2019 resmi dilantik dan mengucapkan sumpah jabatan sebelum memulai
tugas-tugasnya. Sebanyak 560 anggota DPR RI, terdiri dari 463
laki-laki dan 97 perempuan; dan 132 anggota DPD RI, yang terdiri dari
98 laki-laki dan 34 perempuan, itu pun kini telah menyandang gelar
mulia sebagai wakil rakyat.
Ada daftar panjang harapan kepada para anggota baru untuk memperbaiki
kinerja lembaga legislatif dalam menjalankan fungsi legislasi,
anggaran, dan pengawasan. Puskapol FISIP UI melakukan riset tentang
profil anggota legislatif, dan persepsi pemilih terhadap caleg di DKI
Jakarta. Ada beberapa temuan penting yang menunjukkan optimisme
sekaligus pesimisme terhadap kinerja legislatif 5 tahun ke depan.
Berikut ini petikannya:
Foto:Wihdan HIdayat/Republika
GAMBARAN UMUM
1. Secara umum jumlah keterpilihan pe rempuan sebagai anggota
legislatif hasil Pemilu 2014 mengalami penurunan di bandingkan Pemilu
2009. Berikut per olehan kursi anggota legislatif 2014- 2019:
< DPR RI :
Perempuan 97 (17,3%),
Laki-laki 483 (86,3%),
Total 560 kursi.
< DPD RI
:Perempuan 34 (25,8%),
Laki-laki 98 (74,2%),
Total 132 kursi.
< DPRD
:Perempuan 335 (15,85%), Provinsi
Laki-laki 1.779 (84,5%),
Total 2.114 kursi (33 provinsi).
< DPRD Kabupaten/Kota :
Perempuan 2.406 (14,2%),
Laki-laki 12.360 (85,8%),
Total 14.410 kursi (403 Kab/Kota).
Dari data itu, yang mengalami kenaikan jumlah kursi perempuan hanya
pada DPRD kabupaten/kota dengan kenaikan sekitar 2%. Sementara di DPD,
DPR, dan DPRD provinsi mengalami penurunan jumlah kursi perem puan.
2. Dari 33 DPRD provinsi, ada satu DPRD pro vinsi yang kursi
perempuannya mencapai 30% lebih, yaitu DPRD Sulawesi Utara. Dari 45
kursi, terdapat 14 anggota pe rempuan (31%). Hal ini menunjukkan
kenaikan dari periode lalu di mana kursi perempuan di DPRD Sulut
adalah 22,22%. Sementara DPRD Maluku yang pada 2009-2014 tertinggi
jumlah perem puan nya (31%), me nga lami penurunan jumlah kur si
menjadi 26,67% atau 12 kursi dari 45.
3. Dari 403 DPRD kab/kota, ada 20 DPRD yang jumlah kursi perempuan
mencapai di atas 30%. Kursi perempuan yang tertinggi ada di DPRD Kab.
Minahasa yaitu 42,86% (15 dari 35 kursi). Berikutnya adalah di DPRD
Barito Selatan – Kalimantan Tengah (40% atau 10 dari 25 kur si) dan
DPRD Depok – Jawa Barat (40% atau 20 dari 50 kursi). Jika dibandingkan
dengan data 2009, ada kenaikan jumlah DPRD kabupaten/kota yang
mencapai lebih dari 30% anggota perempuan. Dari data 2009, hanya 8
DPRD kabupaten/kota yang di atas 30%.
4. Untuk keterpilihan perempuan di DPD, dari 33 provinsi, ada 11
provinsi (33%) yang sama sekali tidak ada anggota perempuan terpilih.
Yaitu Aceh, Lampung, Bangka Beliteung, Kep Riau, Bali, NTT, Kal tim,
Sulsel, Sulbar, Papua, dan Papua Barat. Sementara itu ada 9 provinsi
yang keterpilihan perempuan mencapai 50% lebih (minimal 2 dari 4),
yaitu Riau, Jambi, Sumsel, Bengkulu, NTB, Kalbar, Sulut, Gorontalo,
dan Maluku.
5. Hasil Pemilu Legislatif 2014 menun juk kan tidak adanya partai yang
men domi nasi perolehan kursi di DPR RI. Perolehan kursi paling tinggi
dicapai oleh PDI-P (19.46%), disusul Golkar (16,25%), dan Gerindra
(13,03%). Jumlah kursi masing-masing partai menengah juga menunjukkan
selisih tipis (kurang dari 2 % antarpartai). Hal ini menunjukkan
kekuatan partai-partai politik di parlemen semakin berimbang.
6. Perolehan kursi perempuan di parlemen yang terbesar berasal dari
PDIP (21,65%), disusul oleh Golkar (16,49%), dan Partai Demokrat
(13,40%). Jumlah kursi terkecil perempuan di parlemen berasal dari
PKS, yakni 1 perempuan dari 40 orang (1,03%).
7. Dibandingkan dengan tahun 2009, pe nurunan jumlah perolehan kursi
perem puan di DPR RI paling signifikan terjadi pada Partai Demokrat
(turun 22). Se men tara itu, ke naikan jumlah perolehan kursi perem
puan di DPR RI paling banyak terjadi di Partai Gerindra (naik 7),
diikuti oleh PDIP dan PPP (masing-masing naik 5).
8. Calon DPR RI dengan nomor urut 1 masih mendominasi keterpilihan
sebagai ang gota legislatif. Data hasil Pemilu 2014 dan 2009
menunjukkan sebagian besar caleg yang terpilih (di kisaran 60%) berada
pada nomor urut 1.
9. Sebagian besar caleg terpilih adalah ang gota baru (57%) dengan
sebaran yang cen derung sama pada anggota laki-laki (56% baru) dan
anggota perempuan (60% baru).
BASIS KETERPILIHAN ANGGOTA LEGISLATIF
1. Survei Puskapol UI menemukan empat macam basis keterpilihan anggota
DPR dan DPD yaitu: keterpilihan kembali in kumben, anggota
DPR/DPRD/DPD, latar be lakang sebagai elite ekonomi, dan jaringan
kekerabatan dengan elite politik.
2. Di DPR RI, sebanyak 242 orang (43.2%) adalah inkumben. Mayoritas
dari inkum ben adalah anggota laki-laki (84% atau 203 orang) sementara
anggota perem puan hanya 16,1% (39 orang). Partai de ngan persentase
anggota inkumben ter besar berturut-turut adalah PKS (68%), Demokrat
dan PPP (masing-masing 54%), PAN (53%). Sedangkan partai de ngan
persentase anggota baru terbanyak adalah Partai Nasdem (97%, baru
sekali mengikuti pemilu) dan Partai Gerindra (84%).
3. Untuk anggota DPD, sebanyak 40,2% (53 dari total 132 orang) adalah
inkumben se mentara 59,8% (79 dari 132 orang) adalah ang gota baru.
Dari 53 inkumben, anggota laki-laki sebanyak 66% (35 orang) dan pe
rempuan 34% (18 orang). Artinya, jum lah ang gota inkumben laki-laki
ham pir dua ka li lipat lebih banyak dibandingkan perempuan.
4. Sebanyak 15% anggota DPR 2014-2019 berasal dari anggota DPD/DPRD.
Signi fikannya jumlah anggota yang berasal dari DPRD menunjukkan
sinyal positif da lam proses rekrutmen partai yang meli hat pada rekam
jejak dan basis konstituen di daerah. Sehingga, bisa memunculkan
kesinam bungan proses kaderisasi partai di daerah dan nasional. Dari
anggota DPR RI yang basis keterpilihannya dari ang gota DPD/DPRD,
mayoritas adalah ang gota lakilaki (83,5%). Sedangkan untuk anggota
DPD terpilih yang mantan ang gota DPR/DPRD sebanyak 62 orang atau 47%,
yang mayoritas adalah laki-laki (82% atau 51 orang).
5. Sebanyak 29% anggota DPR RI memiliki latar belakang sebagai elite
ekonomi (pengusaha). Dari jumlah itu, hampir se luruhnya adalah
anggota laki-laki (91,4%). Hal ini mengindikasikan kekuatan finan sial
mayoritas dimiliki oleh anggota laki-laki. Sementara di DPD, terdapat
10,6% atau 14 orang anggota yang memiliki latar belakang elite
ekonomi. Dari jumlah itu, sebagian kecil adalah perempuan (36%) dan
lainnya laki-laki (64%).
6. Jaringan kekerabatan dengan elite politik sebagai salah satu basis
keterpilihan anggota legislatif merupakan fenomena yang harus disikapi
secara serius. Mes kipun jumlahnya belum terlihat besar di bandingkan
basis keterpilihan yang lain nya, hal ini mencerminkan sempitnya ba
sis rekrutmen politik baik yang dilakukan partai politik (DPR ) maupun
jalur perseorangan (DPD).
Di DPR terdapat 13,8% (77 orang dari 560) teridentifikasi memiliki
jaringan keke rabatan dengan elite politik. Dari jumlah tersebut, ada
53% laki-laki (41 orang) dan 47% perempuan (36 orang).
Sedangkan di DPD terdapat 15% (20 orang dari 132) yang teridentifikasi
me miliki jaringan kekerabatan dengan elite politik. Mayoritas adalah
anggota perem puan (13 orang atau 65%) dan anggota laki-laki hanya 7
orang (35%).
Fenomena jaringan kekerabatan di balik keterpilihan anggota legislatif
mencer minkan pencalonan yang rawan politik transaksional yang
melibatkan segelintir orang dalam partai (potensi terjadinya "politik
dinasti"). Selain itu, fenomena kekerabatan juga cenderung meng hilang
kan otonomi individu anggota legislatif dalam kerja-kerja perwakilan
akibat pengaruh pertalian keluarga dengan elite politik yang berkuasa.
7. Mencermati profil dan basis keterpilihan anggota legislatif DPR RI
2014-2019, sangat berpeluang kuatnya dominasi frak si atas otonomi
anggota. Hal ini ter uta ma disebabkan oleh pola basis rekrut men yang
mengandalkan kekuatan finan sial dan kekerabatan untuk men dukung elek
tabilitas yang tinggi. Antara lain di tunjukkan oleh 7 dari 77 anggota
terpilih yang memiliki jaringan kekerabatan ter ma suk dalam 10 besar
peraih suara tertinggi.
Selain itu, kecenderungan semakin kuat nya dominasi fraksi atas
anggota legislatif ditunjukkan pula oleh berimbangnya jumlah inkumben
terpilih dan anggota baru terpilih. Sebagian inkumben yang tidak
terpilih dapat diidentifikasi sebagai anggota yang kritis terhadap
posisi dan kebijakan partai/fraksi. Dengan kondisi ini, harapan agenda
reformasi parlemen dan lahirnya kebijakan yang pro ke pentingan publik
akan berhadapan de ngan kepentingan oligarki (elite politik/ fraksi).
***
PROFIL ANGGOTA DPR RI 2014-2019
PERBANDINGAN JUMLAH KURSI PARPOL HASIL PEMILU 2009 DAN 2014
PARTAI 2009 2014
Nasdem 35
PKB 28 47
PKS 57 40
PDIP 94 109
Golkar 106 91
Gerindra 26 73
Demokrat 149 61
PAN 46 49
PPP 39 38
Hanura 17 16
KURSI ANGGOTA PEREMPUAN DPR RI 2014-2019 (N=97)
PKS 1,03 %
Hanura 2,06 %
Nasdem 4,12 %
PAN 9,28 %
PPP 10,31 %
PKB 10,31 %
Gerindra 11,34 %
Demokrat 13,40 %
Golkar 16,49 %
PDIP 21,65 %
RELEVANSI NOMOR URUT DENGAN KETERPILIHAN CALON
Nomor Urut 1: 62,14 %
Nomor Urut 2: 16,96 %
Nomor Urut 3: 4,46 %
Nomor Urut 4: 4,64 %
Nomor Urut 5: 3,75 %
Nomor Urut 6 dst.: 6,96 %
BASIS KETERPILIHAN ANGGOTA DPR RI 2014-2019
* Sebagian Besar Wajah Baru
Anggota Baru: 57 %
Anggota Inkumben: 43 %
* Anggota Inkumben
Laki-Laki: 83,88 %
Perempuan: 16,12 %
* Basis keterpilihan dari
Anggota DPD/DPRD
Ya: 15 % (Laki-Laki: 83,52 %,
Perempuan: 16,43 %)
Tidak: 85 %
* Basis Keterpilihan dari Elite Ekonomi
Ya: 29 % (Laki-Laki: 91,41 %,
Perempuan: 8,59%)
Tidak: 71 %
* Basis Keterpilihan Berdasarkan Jaringan Kekerabatan
Terlibat: 14 % (Laki-Laki: 53 %, Perempuan: 47%)
Tidak Terlibat: 86 %
* Latar Belakang Pendidikan
Sarjana: 43,06 %
Magister: 38,20 %
Doktor: 8,65 %
SLTA: 8,47 %
Diploma: 1,62 %
* Latar Belakang Pekerjaan
Peneliti: 0,55 %
Pegawai BUMN/BUMD: 0,74
Seniman: 1,29 %
Pemuka Agama: 1,29 %
Menteri/Kepala Daerah:
2,21 %
PNS: 3,32 %
Dosen: 7,20 %
Profesional: 8,86 %
Karyawan Swasta: 11,81
Anggota DPR, DPD,
DPRD: 23,25 %
Pengusaha: 37,45 %
Sumber:Puskapol FISIP UI
Republika.co
EmoticonEmoticon