Pendekatan Ilmu Politik
Dewasa ini definisi mengenai politik yang sangat normative itu telah terdesak oleh definisi-definis lain yang lebih menekankan pada “upaya” (means) untuk mencapai masyarakat yang baik, seperti kekuasaan, pembuatan keputusan, kebijakan, alokasi nilai, dan sebagainya. Dalam sejarah perkembangannya, ilmu politik telah mengenal beberapa pendekatan, antara lain pendekatan tradisional, pendekatan perilaku serta pascaperilaku dan pendekatan marxis.
Pendekatan Tradisional
Negara menjadi focus utama dalam pendekatan ini dengan menonjolkan segi konstitusional dan yuridis. Biasanya bahasan dalam pendekatan ini menyangkut sifat Undang-Undang Dasar serta kedaulatan, kedudukan dan kekuasaan lembaga-lembaga kenegaraan formal, badan yudikatif, badan eksekutif, dll. Karena itulah pendekatan ini sering juga disebut sebagai pendekatan institusional atau pendekatan legal-institusional.
Pendekatan tradisonal cenderung kurang menyoroti organisasi-organisasi yang tidak formal, seperti kelompok kepentingan dan media massa. Bahasannya lebih bersifat deskriptif daripada anlitis dan banyak memakai ulasan sejarah.
Pendekatan Perilaku
Pada pendekatan ini, tidak lagi membahas lembaga-lembaga formal. Pendekatan ini juga cenderung bersifat indisipliner. Pendekatan ini tidak hanya mempelajari dampak faktor pribadi, namun juga dampak faktor lain seperti faktor sosial, ekonomi, dan budaya. Ciri khas dari pendekatan ini yaitu suatu orientasi kuat untuk lebih mengilmiahkan ilmu politik.
Perbedaan antara para tradisionalis dan para penganut perilaku dapat disimpulkan sebagai berikut. Jika para tradisionalis menekankan nilai-nilai dan norma-norma, maka pengantu perilaku menekankan fakta. Jika para tradisionalis menekankan segi filsafat, maka penganut perilaku menekankan sifat ilmu murni. Jika para tradisionalis menekankan aspek historis-yuridis, maka penganut perilaku menekankan aspek sosiologis-psikologis. Jika para tradisionalis menekankan metode yang tidak kuantitatif, maka penganut perilaku menekankan metode kuantitatif.
Pendekatan Pascaperilaku
Pendekatan pascaperilaku ini memperjuangkan perlunya relevance and action (relevansi dan orientasi bertindak). Gerakan ini tidak sepenuhnya menolak pendekatan perilaku, hanya mengecam praktek dari sarjana perilaku. Pada hakikatnya ia merupakan “kesinambungan” sekaligus “koreksi” dari pendekatan perilaku. Para penganut pendekatan pascaperilaku dipengaruhi oleh pemikiran tokoh-tokoh marxis, seperti Herbert Marcuse dan Jean-Paul Sartre.
Pendekatan Marxis
Para marxis ini bukan merupakan suatu kelompok yang ketat organisasinya maupun mempunyai pokok pemikiran yang sama. Lebih tepat apabila mereka digambarkan sebagai kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari beberapa cendekiawan yang mendapat inspirasi dari tulisan-tulisan Marx, terutama yang dikarang dalam masa mudanya. Terdapat dua unsur pikiran Marx yang bagi mereka sangat menarik; pertama, ramalannya tentang kiamat yang tak terelakkan bagi ekonomi kapitalis; kedua, etika humanis yang meyakini bahwa manusia pada hakikatnya baik, dan dalam keadaan tertentu menguntungkan, akan dapat membebaskan diri dari “lembaga-lembaga yang menindas, menghina, dan menyesatkannya”.
Analisis yang dibuat oleh para marxos bersifat holistic, artinya mereka berpendapat bahwa keseluruhan sosial merupakan kesatuan dan tidak boleh dibagi-bagi menjadi bagian-bagian yang tersendiri, seperti politik terlepas dari ekonomi, ekonomi terlepas dari kebudayaan, dan sebagainya. Semuanya berkaitan erat, tidak boleh dipisah-pisah. Para neomarxis berusaha untuk menganalisis berbagai aspek kekuasaan serta konflik yang terjadi di dalamnya. Bagi para marxis, konflik antarkelas merupakan proses dialektis paling penting dalam mendorong perkembangan masyarakat. Melalui proses dialektika konflik antarkelas ini pula semua gejala politik harus dilihat. Dengan perkataan lain, mereka beranggapan bahwa politik adalah artikulasi spesifik dari pertentangan kelas.
Sebagai akibat dari perkembangan bermacam-macam pendekatan terhadap gejala-gejala politik yang diuraikan di atas, terjadilah akumulasi pengetahuan. Dewasa ini para sarjana politik menyadari bahwa setiap pendekatan hanya menyingkap sebagian saja dari tabir dan bahwa tidak satupun pendekatan secara sendiri dapat menjelaskan semua gejala politik.
Perkembangan di Indonesia
Ilmu politik di Indonesia baru berkembang setelah PD II selesai. Dimulai dengan didirikannya Akademi Ilmu Politik di UGM pada tahun 1947. Pada tahun 1960 banyak sarjana yang mendapat pendidikan khusus di luar negeri, mereka kembali ke tanah air dengan membawa banyak ide dan konsep bagi Indonesia yang masih baru. Dewasa ini, pertengahan 1980, pendekatan yang berlaku di Indonesia adalah mainstream political science sedangkan pendekatan marxis di Indonesia tidaklah berkembang. Telah timbul banyak ikhtiar, tidak saja di kalangan universitas, tetapi juga di kalangan resmi seperti Dewan Pertahanan Nasional, untuk menerapkan teori sistem ini pada kehidupan politik di Indonesia. Perkembangan ini juga tercermin dalam kurikulum Fakultas-fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Beberapa fakultas telah memulai usaha untuk menggali konsep-konsep politik dari bumi Indonesia sendiri melalui beberapa mata kuliah yang menyoroti pemikiran politik baik modern maupun yang lama. Di Universitas Indonesia, mata kuliah Pemikiran Politik Indonesia Lama terutama membahas konsep-konsep Negara dan kepemimpinan yang terdapat di berbagai daerah di Indonesia di masa lampau.
EmoticonEmoticon